Melihat banyaknya pebulutangkis Jepang berwara-wiri di turnamen internasional bergengsi saat ini, sesungguhnya bukanlah sesuatu hal yang asing. Torehan prestasi ciamik yang mereka torehkan sekarang bukanlah seperti yang ditorehkan pebulutangkis-pebulutangkis Eropa, khususnya Eropa Timur, yang baru bangkit.
Keperkasaan Jepang di arena bulutangkis dunia, khususnya catatan prestasi yang ditorehkan pebulutangkis putri Negeri Matahari Terbit ini terbilang moncer pada periode akhir 1960an hingga 1970an. Di kejuaraan perorangan, pada ajang All England yang bisa disebut sebagai kejuaraan bulutangkis dunia tidak resmi, pebulutangkis putri Jepang begitu mendominasi.
Tunggal putri Jepang meraih gelar All England di tahun 1969 lewat Hiroe Yuki, menyusul Etsuko Takenaka di tahun 1970, dan Noriko Nakayama di tahun 1972. Kembali Hiroe Yuki sukses merebut tiga gelar All England di tahun 1974, 1975 dan 1977. Keperkasaan mereka juga ditunjukkan di nomor ganda putri pada ajang All England. Dominasi ganda putri Jepang begitu kuat, mereka adalah Noriko Takagi/Hiroe Yuki (1971), Machiko Aizawa/Etsuko Takenaka (1972 dan 1975), Etsuko Toganoo/Emiko Ueno (1976) dan Atsuko Tokuda/Mikiko Takada (1978).
Dan di tahun 1979 keperkasaan Atsuko Tokuda/Mikiko Takada dipatahkan ganda putri Indonesia, Imelda Wigoena/Verawaty Fadjrin. Di partai final duet Tokuda/Takada menyerah di tangan Imelda/Verawaty dalam laga rubber game 3-15, 15-10 dan 5-15.
Keperkasaan pebulutangkis putri Jepang pun terlihat di ajang beregu. Putri-putri Jepang berhasil menyegel Piala Uber sebanyak 5 kali sebelum China (kini kita menyebutnya Tiongkok) bergabung. Mereka menyegelnya di tahun 1966, 1969, 1972, 1978 dan 1981. Putri-putri Indonesia dua kali gagal mendobrak keperkasaan Jepang di tahun 1969 dan 1972. Kembali bertemu di tahun 1975, Putri Indonesia berhasil menaklukkan Jepang di partai final 5-2.
Seiring bergabungnya Tiongkok di Federasi Bulutangkis Internasional (IBF) pertengahan tahun 1980an, yang sekarang berganti menjadi BWF (Badminton World Federation), dominasi pebulutangkis putri Jepang mulai surut. Dan keperkasaan Tiongkok begitu kuat mendominasi bulutangkis dunia, baik putra maupun di putri hingga Olimpiade Rio 2016.
Memasuki tahun 2017 hingga menjelang akhir tahun 2018 ini, seakan-akan kedigdayaan bulutangkis Tiongkok hilang, bagaikan serigala tanpa taring. Kini terlihat pebulutangkis Jepang, menjadi ancaman yang bakal menggeser dominasi Tiongkok.
Sekitar tahun 2008-2012 di tengah dominasi Tiongkok, belum banyak pebulutangkis Jepang bersaing di level elit dunia. Tercatat hanya beberapa seperti Sho Sasaki, Miyuki Maeda/Satoko Suetsuna miyuki maeda/suetsuna, Mizuki Fujii/Reika Kakiiwa atau Reiko Shiota.
Sekarang Jepang menjelma menjadi kekuatan di setiap sektor dan menjadi momok nyata pebulutangkisan dunia. Di ajang World Championships 2018 lalu, hampir semua skuad Merah Putih dijegal para andalan Jepang. Dan argumen mengenai hanya beberapa pemain Indonesia alergi dengan pemain Jepang harus mengubah midsetnya, karena mengenai kata alergi sudah bisa digunakan untuk semua pebulutangkisan dunia.
Kekuatan Jepang begitu merata di setiap sektor. Di tunggal putra, Jepang memiliki andalannya yang dijuluki ''The Real F4'' atau ''K4''. Mereka adalah Kenta Nishimoto, Kento Momota, Kanta Tsuneyama dan Kazumasa Sakai. Lalu di tunggal putri ada Akane Yamaguchi, Nozomi Okuhara, Sayaka Takahashi, Sayaka Sato dan Aya Ohori. Di ganda putra ada Takeshi Kamura/ Keigo Sonoda, Takuto Inoue/Yuki Kaneko, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi. Di ganda putri rasanya tak kalah kuatnya, Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi, Yuki Fukushima/Sayaka Hirota, Shiho Tanaka/Koharu Yonemoto, Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara, Ayako Sakuramoto/Yukiko Takahata dan Naoko Fukuman/Kurumi Yonao. Dan di ganda campuran ada nama-nama Yuta Watanabe/Arisa Higashimo, Yugo Kobayashi/Misaki Matsutomo, Takuro Hoki/Sayaka Hirota.
Rasanya pada ajang Piala Sudirman tahun mendatang yang akan berlangsung di Nanning, Tiongkok, peluang Jepang sangat terbuka dengan kekuatan yang merata di lima sektor. (meichan/adm)