Berita > Berita

DPR Pertanyakan Status Tim Monitoring

Rabu, 29 November 2006 08:06:30
2255 klik
Oleh : admin
Kirim ke teman   Versi Cetak

[Jakarta] - Anggota Komisi X DPR mempertanyakan keberadaan tim monitoring yang dibentuk Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Mennegpora) untuk mengawasi program pelaksanaan pemusatan latihan (pelatnas) Asian Games 2006 dan SEA Games 2007.

Anggota Komisi X, Ruth Nina M Kedang, dalam rapat kerja Komisi X DPR dengan Kementerian Mennegpora di Jakarta, Senin (27/11), mengatakan, tim tersebut tidak perlu dibentuk karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Kalau fungsinya hanya mengawasi, Mennegpora tinggal mengaktifkan saja fungsi lembaga pengawasan internalnya bukan membentuk tim baru yang tidak ada dasar hukumnya, ujar Ruth Nina.

Anggota DPR asal pemilihan Nusa Tenggara Timur ini juga mempertanyakan posisi Mennegpora, Adhyaksa Dault dalam struktur tim monitoring yang menjabat sebagai ketua. Kok menteri yang mengeluarkan keputusan bertindak juga sebagai ketua, tanya Ruth.

Hal serupa disampaikan Elviana dari anggota Fraksi PDI Perjuangan. Menurutnya, untuk mengatasi persoalan seputar tim monitoring pemerintah secepatnya harus membentuk Komite Olimpiade Indonesia (KOI) sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (Sisornas).

Sesuai dengan UU Sisornas tugas tim monitoring yang ada saat ini merupakan salah satu fungsi dari KOI. Jadi tidak perlu ada tim monitoring kalau KOI sudah terbentuk, katanya.

Menanggapi hal itu Mennegpora, Adhyaksa Dault, mengatakan, pembentukan tim monitoring berguna untuk membantu Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat untuk mempercepat prestasi olahraga. Kalau soal dasar hukumnya ada di pasal 13 UU Sisornas. Dikatakan disitu, tunggal pemerintah salah satunya pengawasan. Untuk itulah tim ini saya bentuk, katanya.

Soal pembentukan KOI, Mennegpora mengatakan, tidak bisa menentukan siapa personil yang mengisi posisi didalam karena hal itu harus melalui keputusan musornas (musyawarah olahraga nasional).

Dalam kesempatan yang sama, anggota komisi DPR juga mempertanyakan dana sebesar Rp 25 miliar dari Rp 100 miliar yang diberikan pemerintah hanya habis digunakan untuk biaya administrasi dan operasional internal KONI Pusat.Menurut anggota dewan dana yang dihabiskan itu terlalu besar dan mestinya bisa dimanfaatkan untuk keperluan pembinaan pelatih dan atlet, bukan untuk administrasi.
(E-7/suarapembaruan.com)

Berita Berita Lainnya