Bulutangkis.com | Berita > Artikel | |
Japan Restoration Project Pembenahan Total Olahraga Jepang | ||
Oleh : admin | Rabu, 03 Oktober 2007 18:08:42 | |
| ||
Oleh: Irwandi dari Tokyo
Di luar berita peralihan jabatan Perdana Menteri Jepang dari Shinzo Abe, yang mengundurkan diri, ke penggantinya, Yasuo Fukuda, ada cerita lain dari ranah olahraga di Bumi Sakura itu. Cerita tersebut mengenai keinginan pemerintah membentuk The Japan Restoration Project (JRP), proyek eksklusif untuk mengembalikan (restorasi) kegemilangan olahraga Jepang. JRP merupakan proyek khusus Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Sains, dan Teknologi yang dibentuk untuk memberikan bantuan menyeluruh bagi para atlet Nippon berlaga di pentas internasional. JRP bertujuan membantu Jepang meraih lebih banyak medali di Olimpiade London 2012. Ini kali pertama pemerintah turun tangan dalam sebuah proyek luar biasa untuk memastikan reputasi olahraga Jepang tetap terjaga. Selama ini, pembinaan olahraga di Jepang yang memang sudah maju dan dikelola profesional lebih banyak diserahkan kepada induk cabang olahraga masing-masing di bawah koordinasi Japanese Olympic Committee (JOC), badan semacam KOI di Indonesia. Mengapa pemerintah harus turun tangan? Penyebabnya tidak lain prestasi atlet-atlet Jepang di pentas dunia yang terus menurun. Di Kejuaraan Dunia Judo di Rio Jeneiro, yang berakhir 16 September, raksasa judo dunia itu hanya meraih tiga medali emas. Pada Kejuaraan Dunia atletik di Osaka awal September lalu, Nippon juga harus puas dengan hanya satu medali perunggu dari nomor maraton putri, jauh dari target lima medali yang dicanangkan. Padahal, Federasi Atletik Jepang sudah jauh-jauh hari berkoar-koar bahwa 70-an atlet di Osaka sebagai tim terkuat yang pernah ada. Padahal, rancangan dasar pemerintah tentang olahraga tahun 2000 menyebut target Jepang di Olimpiade, baik Olimpiade Musim Panas maupun Olimpiade Musim Dingin, sebanyak 3,5% dari total medali yang diperebutkan. Iptek sebagai Kunci Di Athena 2004, Negara Matahari Terbit berhasil menggondol 37 medali, termasuk 16 emas atau sekitar 3,98% dari total medali yang tersedia. Namun, kegagalan justru terjadi di Olimpiade Musim Dingin di Turin, Italia 2006. Para atlet Jepang hanya berhasil merebut satu emas melalui Shizuka Arakawa atau 0,44% dari medali yang diperebutkan. Dengan berlakunya JRP, kementerian akan ikut terlibat langsung ke lapangan bersama JOC membantu atlet. Setiap paket bantuan JRP akan beranggotakan 11 orang yang terdiri dari para pelatih, ahli psikologi, ahli fisiologi, dan gizi, serta anggota-anggota lain akan mengumpulkan segala informasi yang dibutuhkan para atlet atau tim Jepang, termasuk informasi tentang negara tempat berlangsungnya suatu kejuaraan. Saat ini, tim 11 itu membantu lima cabang olahraga potensial, seperti renang dan renang indah, atletik (nomor lari jarak jauh dan lontar martil), senam, judo, dan gulat. Di luar tim tersebut juga terlibat dokter tim, para ahli IT, serta para insinyur yang akan mengembangkan teknologi di olahraga. Misalnya, untuk lari maraton, para anggota tim akan mencarikan informasi tentang lintasan, landscape, dan suhu udara kejuaraan untuk disimulasikan sewaktu atlet berlatih. Untuk jangka panjang, semua informasi serta simulasi-simulasinya akan disimpan sebagai data base. Sistem itu sudah berjalan baik karena sudah diterapkan dalam skala kecil. Misalnya, tim Kitajima, yang membantu perenang andalan Jepang, Kosuke Kitajima, merebut medali emas 100 dan 200 meter gaya dada di Olimpiade Athena. Tim Q Naoko Takahashi juga berhasil membuat pelari maraton tersebut meraih emas di Olimpiade Sydney. Jika Jepang, yang lebih maju ketimbang kita, makin serius membenahi olahraganya, seharusnya Indonesia jauh lebih serius lagi. (bolanews.com) | ||
Bulutangkis.com : https://bulutangkis.com Versi online: https://bulutangkis.com /mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=3079 |