Berita > Artikel > Wawancara

Rita Subowo
Margaret Thatcher Saja Bisa...

Selasa, 27 Februari 2007 14:47:20
2760 klik
Oleh : admin
Kirim ke teman   Versi Cetak

Senyum Rita Subowo terus mengembang. Senyum perlambang optimisme itulah yang mengantar wanita berusia 58 tahun tersebut menduduki kursi Ketua Umum KONI Pusat periode 2007-2011.

Sudah banyak yang dilakukan wanita yang sejak 1983 mengurus olahraga ini. Tak sedikit pula jabatan di lembaga olahraga internasional yang pernah diembannya.

Kini, dengan jadi komandan KONI, apa yang akan dilakukannya agar olahraga nasional segera bangkit? Berikut wawancaranya dengan BOLA dalam dua kesempatan terpisah.

Bagaimana Anda menilai kemenangan ini?

Terpilihnya saya atas dukungan seluruh, saya tekankan lagi, seluruh masyarakat olahraga. Mudah-mudahan saya bisa menjalankan amanah ini dengan sebaiknya dan saya akan bekerja dengan semua pihak demi memajukan olahraga di Tanah Air.

Apa yang akan dilakukan?

Banyak sekali. Dalam waktu dekat SEA Games. Pelatnas sudah ada satgas dan perangkatnya. Kita hanya sesuaikan saja apa yang sudah dibuat Pak Agum dan Menegpora. Sudah tak ada waktu lagi jika harus diubah seluruhnya.

Ingat, target perbaikan peringkat di SEAG 2007 bukan hanya beban saya. Ini tugas bersama dan harus saling dukung.

Lalu, harus membentuk dua institusi, KON dan KOI. Kita akan buat sesuai dengan kebutuhan di Indonesia. Tidak perlu lihat organisasi yang besar. Saya akan buat seefektif dan efisen mungkin. Karena tugas banyak, saya butuh dukungan semua pencinta olahraga nasional, PB/PP dan KONI provinsi.

Akan ada gebrakan karena olahraga nasional sedang krisis?

Saya pikir kita akan melanjutkan apa yang baik selama ini dan akan sesuaikan dengan peraturan baru yang berlaku. Bila ada kebijakan dan langkah yang tidak sesuai lagi, pasti kita ubah. Yang pasti akan ada terobosan baru.

Contohnya di bidang apa?

Pembinaan, misalnya. Saya menilai kita harus bekerja lebih keras lagi. Kita kurang pandai merawat prestasi. Tumbuh, tapi mudah putus. Terjadi hambatan di kaderisasi, regenerasi, aplikasi iptek, dan manajemen olahraga. Sebenarnya, banyak peluang kita untuk meminta bantuan Cina atau negara lain dalam soal pembinaan prestasi, termasuk metode berkonsentrasi pada nomor-nomor atau cabang tertentu. Namun, bagi Indonesia, tantangan itu keburu terpotong kenyataan bahwa kita tidak punya atlet. Ini masalah yang harus dibenahi. Butuh kerja sama dan komitmen PB.

Langkah kongkret mengatasi problem sumber daya atlet?

Peran KONI provinsi harus digalakkan. Mereka bisa bekerja sama dengan pemda untuk bahu-membahu mewujudkan lumbung atlet nasional di daerah. Persoalannya mungkin kurang terfokus, terlalu memikirkan PON. Padahal mereka bisa buat spesialisasi. Namun, jangan dijalankan seperti sekarang ini. Di Cina, pemerintah mengarahkan sekaligus memberi dana.

Bagaimana atasi kendala dana yang akan terus dihadapi?

Sebenarnya banyak kok sumber dana lainnya. Dalam Olympic Charter di IOC saja ada fund yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja organisasi KONI. Saya juga tidak suka tergantung dengan pemerintah. Melalui sponsor dan IOC, insan olahraga bisa punya sumber lain agar kegiatan olahraga terus berjalan.

Pertama kali mengurus olahraga?

Saya sudah 20 tahun lebih bekecimpung di olahraga. Di tahun 1983, saya diminta mendiang Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk ikut membangun olahraga. Sejak itu, saya yang dari kecil sudah suka olahraga mulai aktif di organisasi renang. Bersama suami, saya mulai membangun klub.

Jadi, salah kalau ada yang meragukan karena Anda wanita?

Mungkin karena mereka belum tahu. Saya duduk di posisi ini menandakan dukungan saya sebagai wanita sangat besar. Saya tak akan menyia-yiakan ini dan siap bekerja sama. Pokoknya, saya akan berusaha. Margaret Thatcher saja bisa ha, ha, ha.

Anda yakin bisa melakukan perbaikan?

Saya merasa tidak ada yang tidak mungkin. Mungkin dua atau tiga tahun ke depan kita belum bisa menikmati hasilnya. Namun, kita melentakkan fondasi yang kuat.

Saya punya contoh bagaimana saya membangun voli pantai di Olimpiade dan Asia. Apalagi, sebelum 90-an tidak ada yang namanya voli pantai di Asia. Saya membangun dari nol. Saya sampai sakit ketika berusaha menggolkan itu. Belum lagi tantangan di dalam negeri yang tidak boleh pakai bikini. Kini semua sudah berhasil.

Saya yakin jika semua dilakukan bersama-sama, akan bisa.(bolanews.com)

Berita Wawancara Lainnya